Menurut wikipedia, feminisme adalah sebuah kata sifat yang berarti kewanitaan atau untuk menunjukkan sifat perempuan. Feminisme merupakan aliran pergerakan wanita yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Gerakan dan ideologi ini bertujuan untuk mencapai tingkat gender yang bernaung pada hak asasi manusia. Kesetaraan yang dimaksud termasuk kesetaraan hukum perempuan, pendidikan, hak pilih, lingkungan kerja yang baik, serta penghapusan standar ganda gender. Salah satu yang mendorong gerakan feminisme adalah budaya patriarki yang masih sangat kental dengan budaya masyarakat Indonesia.
Patriarki sendiri memiliki arti sebagai garis halus vertikal dimana ujung garis tersebut ditempati oleh gender maskulin atau laki-laki. Dengan kata lain, kita hidup di era yang hampir segala sesuatunya harus mendapat izin laki-laki sebagai orang yang berkuasa lebih dahulu. Menurut pandangan saya budaya ini berkembang bukan tanpa alasan sengaja, mengingat masyarakat Indonesia merupakan mayoritas muslim. Seperti yang kita tahu dalam ajaran ini kita sebagai perempuan harus tunduk dan patuh pada perintah suami.
Gerakan feminisme ini juga menjadikan perempuan sebagai sosok yang lebih berani. Seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini, para perempuan menjadi lebih berani menyuarakan tentang ketidakadilan yang mereka terima, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat secara umum. Hal ini sekaligus menjadi keresahan di kalangan masyarakat karena perempuan tidak lagi takut akan perceraian. Bisa dilihat dalam laporan statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada 2022. Angka ini meningkat 15,31% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam kasus perceraian seringkali lebih banyak perempuan yang menggugat daripada laki-laki?. Menurut Michael Rosenfeld seorang profesor sosiologi University of Standford, mengungkapkan bahwa keinginan wanita mengajukan perceraian lebih tinggi karena wanita cenderung memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap naik turunnya hubungan pernikahan, serta adanya ketidaksetaraan gender dalam perkawinan seperti suami yang masih mengharapkan istri untuk melakukan sebagian besar pekerjaan rumah tangga dan juga mengurus anak.
Lalu bagaimana pandangan Islam tentang gerakan feminisme. Saya mengutip dari pernyataan Buya Yahya di salah satu ceramahnya. Beliau mengatakan bahwa “Semua sudah berjalan sesuai dengan porsinya, semua sudah diatur dengan sangat rapi oleh Allah SWT”. Dalam ceramahnya beliau tidak menentang mengenai perempuan yang ingin berkarir, namun yang dimaksud adalah dalam rumah tangga laki-laki sebagai imam dan sekaligus sebagai pemegang tanggung jawab terbesar dalam keluarganya. Pun dalam hal ini tentunya kita tidak dapat menemukan jawaban secara mutlak. Karena para ulama meliliki pandangan yang berbeda berdasarkan sudut pandang atau mazhab masing-masing yang mereka yakini.
Sampai saat ini gerakan feminisme masih menjadi tanda tanya, yang awalnya gerakan ini dibentuk untuk menuntut kesetaraan, perlindungan hukum yang jelas dalam melindungi perempuan. Namun yang terjadi justru adalah jumlah perceraian semakin meningkat. Apakah gerakan ini sudah berjalan dengan semestinya? Atau apakah memang ini tujuan yang ingin dicapai oleh para kaum feminisme di Indonesia?
Seperti yang banyak terjadi dalam dunia selebriti. Perceraian telah dianggap sebagai hal yang biasa. Namun anehnya laki-laki yang bercerai atau diceraikan selalu dianggap sebagai orang yang paling bersalah dalam gagalnya rumah tangga. Laki-laki lebih banyak menerima bully-an dibandingkan perempuan karena telah dianggap gagal melindungi rumah tangganya serta gagal menjadi kepala keluarga. Pun tak ada bedanya ketika laki-laki yang mengajukan perceraian atau laki-laki yang menalak istrinya akan dianggap sebagai laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan perempuan yang diceraikan dan yang mengajukan gugatan selalu mendapatkan support dari masyarakat, seolah laki-laki tidak memiliki hak dalam mengakhiri hubungan.