Perkembangan bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra dan teknologi menjadi salah satu pemicu semakin berkualitasnya kehidupan masyarakat.
Semakin meluasnya arus globalisasi dalam masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya melibatkan produk-produk yang dilahirkan dari kemampuan intelektual manusia.
Karya-karya yang lahir dari pemikiran manusia tersebut rentan mengalami penyalahgunaan terutama di era digitalisasi.
Hak cipta adalah hak yang diberikan kepada pencipta sebuah karya sebagai bentuk perlindungan bagi karyanya, sebagai penghargaan dan apresiasi terhadap inspirasi uantuk mencerdaskan bangsa.
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2014, pasal 1 ayat (1)) berbunyi:
“Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam 2 bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Karya-karya yang diterbitkan, tidak diharuskan daftar untuk memperoleh hak cipta. Tetapi, memperoleh pengakuan sebagai pemegang hak cipta terhadap karya itu diperlukan pendaftaran karya di kantor hak cipta.
Dalam pasal 1 angka 1 dan pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menyatakan seorang pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak yang harus dilindungi oleh pemerintah yaitu hak ekonomi dan hak moral.
Sebuah penelitian yang membahas tentang penyalahgunaan dan penyebaran buku dan e-book ilegal di google play book, mengungkapkan bahwa beberapa oknum melakukan pelanggaran terhadap hak cipta dengan menyebarkan dan menjual e-book yang telah dibelinya di google play book dengan membuat plagiasi karya e-book tersebut serta mengkomersialkan e-book dengan harga yang jauh lebih murah dari harga orisinil buku.
Buku-buku tercetak dan tulisan tercetak yang dijadikan sebagai gudang ilmu di berbagai disiplin ilmu tidak mampu mengelak dari dampak yang diakibatkan oleh efek digitalisasi. Eksistensi buku dan tulisan tercetak perlahan mengikuti perkembangan teknologi, sehingga tercipta wujud baru yakni e-book (buku digital atau buku elektronik).
Penyalahgunaan terhadap e-book dapat merugikan penulis buku tersebut. Banyak pengguna buku cetak dan buku digital hasil pembajakan berasal dari akademisi, praktisi, pelajar, pengajar, dan masyarakat luas.
Alasan mereka menggunakan buku hasil bajakan tidak lain karena harga yang relatif lebih murah daripada buku original.
Upaya pembajakan, penggandaan,dan penyebaran buku cetak dan buku digital ilegal telah banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi menghasilkan keuntungan dan mengabaikan nilai-nilai Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Memanfaatkan eksistensi sosial media yang banyak digunakan oleh masyarakat saat ini, menjadi tempat untuk melakukan tindakan ilegal penyebaran buku.
E-book adalah variasi terbaru dari buku yang memerlukan media elektrorik untuk menggunakannya, seperti komputer/laptop, tablet, dan smartphone.
Menurut Labetubun, E-book memiliki karakterisik utama yang berpotensi adanya percetakan ulang dan penyebaran ke berbagai media dari benda digital tersebut.
Hal inilah yang memicu beberapa pihak mendapat kemudahan untuk melakukan penyebaran e-book melampaui jumlah penyebaran buku cetak.
Terdapat faktor harga yang menjadi perbandingan antara e-book yang relatif lebih murah dibanding buku cetak.
Selain faktor harga, kecepatan mendapatkan e-book lebih cepat dibandingkan dengan versi cetak yang merupakan faktor efisisen.
Keberadaan hak cipta sebagai perlindungan karya intelektual muncul ketika karya itu diterbitkan atau dipublikasikan untuk dijadikan bahan bacaan dan bahan referensi.
Meskipun hak cipta telah ada, namun internet yang tidak memiliki ruang dan waktu memudahkan siapapun memperoleh dan menggunakan informasi sebebasnya.
Kemudahan mengakses informasi rawan terhadap penyalahgunaan sumber informasi tersebut.
Beberapa jenis pelanggaran hak cipta terutama bagi karya berbentuk buku dan e-book, seperti penyebaran buku dan e-book ilegal dengan membajak, menggandakan atau menjual secara ilegal, serta plagiarisme.
Pelangaran hak cipta merupakan salah satu kasus yang cukup sulit ditangani oleh penegak huku karena kasus ini bersifat delik aduan.
Selain itu, pendeteksian pelanggaran hak cipta masih lemah karena penyebarannya dalam lingkup khusus. Karena itu, tanpa adanya laporan dari pemegang hak cipta akan sulit menyelesaikan kasus pelanggaran hak cipta.
Pelanggaran hak cipta disebabkan karena adanya peluang untuk melakukannya dan untuk memperoleh keuntungan. Pelanggaran hak cipta terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang cakupan pelanggaran hak cipta dan batas-batas pengutipan tulisan dari karya seseorang.
Selain itu, beberapa orang menggunakan buku bajakan karena menganggap bahwa buku tersebut memiliki kesamaan dengan buku asli, namun harga yang ditawarkan mampu mereka jangkau. Pelanggaran hak cipta disebabkan juga oleh beberapa faktor yang bersumber dari penegak hukum dan aparat penegak hukum yang terbatas dalam menindaki kasus semacam ini.
Penegakan hukum yang didasari oleh undang-undang hak cipta dianggap masih lemah. Penerapan undang-undang hak cipta di dunia literasi saat ini, belum berjalan seperti yang diharapkan para pemilik hak cipta dan pegiat literasi.
Undang-undang hak cipta sudah disusun untuk menjamin keamanan bagi karya-karya penulis. Namun, pegiat literasi menganggap undang-undang tersebut hanya aturan tertulis yang penerapannya masih kurang.
Keresahan-keresahan para pemegang hak cipta bukan hal yang tidak berdasar. Mereka menginginkan keamanan dari wujud pemikiran mereka baik itu berbentuk buku atau e-book. Pegiat literasi berharap supaya pemerintah dan penegak hukum bisa lebih tegas dan serius menangani kasus pelanggaran hak cipta.
Baca Selengkapnya
Pengarang : Fifieana
Penerbit : UIN Alauddin Makassar (Skripsi)
Subyek : Ebook Ilegal
Terbitan : 2022
Akses : http://repositori.uin-alauddin.ac.id/23083/