Semboyan tut wuri handayani mungkin tak asing terdengar di masyarakat kita, semboyan yang digaungkan oleh bapak pendidikan, yakni Ki Hajar Dewantara, Semboyan tersebut memiliki makna
yang di depan, seorang pendidik harus bisa menjadi teladan,
di tengah murid, pendidik harus bisa memberikan ide,
dan di belakang, seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan”.
Ada berbagai elemen yang dapat menjalankan semboyan ini seperi guru dan pustakawan, pustakawan sebagai elemen penting dalam satuan pendidikan bekerja untuk memanajemen pengetahuan di dalam perpustakaan. sehingga semboyan ini tidak hanya bisa didapatkan oleh mereka yang duduk di bangku sekolah formal, namun perpustakaan bisa andil dalam mewujudkan filosofi tersebut ke masyarakat luas.
Sejak dekade 90an perkembangan pendidikan mendorong perpustakaan untuk ikut berperan penting dalam memicu masyarakat untuk melahirkan lingkungan sekolah secara terorganisir. Pada zaman hindia belanda didirikan perpustakaan sekolah pertama yang dinamai Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat. Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum dipungut biaya untuk setiap buku yang dipinjamnya.
Kalau pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Indonesische Volksblibliotheken, maka pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Holland-Inlandsche School (H.I.S). H.I.S. merupakan jenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi keperluan bacaan para guru dan murid. Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta, diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, Hwe Koan, yang memiliki perpustakaan. Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan Chung Hua Book Co. (Shanghai).
Perpustakaan di dunia pendidikan misalnya sekolah, memiliki fungsi yang cukup vital dalam mendorong gerak pendidikan di lingkungan sekolah, didirikannya atau diselenggarakannya perpustakaan sekolah bukan hanya untuk mengumpulkan atau menyimpan berbagai bahan pustaka, akan tetapi dengan adanya penyelenggaraan sekolah, diharapkan perpustakaan tersebut dapat membantu siswa dan guru menyelesaikan berbagai tugas dalam proses belajar mengajar.
Oleh sebab itu, berbagai bahan pustaka yang dimiliki di perpustakaan sekolah harus lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar, agar tujuan sekolah tercapai, yaitu mencerdaskan kehiduapan peserta didik. Maka itu, dalam pengadaan bahan Pustaka, sangat penting bagi pengurus sekolah mempertimbangkan bahan bacaan yang sesuai dengan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tenaga kependidikan.
Selain tujuan umum perpustakaan sekolah memiliki tujuan khusus yakni sebagai sarana pengembangan minat calistung (baca-tulis) peserta didik. Juga sebagai wadah mengelola informasi, menggiring peserta terdidik untuk belajar mandiri, mendorong untuk pemanfaatan informasi yang tepat guna. Disinilah dibutuhkan peran aktif tenaga pendidik (guru dan pustakawan) perlu berkelaborasi dan berpartisipasi dalam menumbuhkembangkan daya pikir siswa.
Sayangnya perpustakaan khususnya sekolah masih berat untuk menjalankan amanat tersebut. Alasannya sangat sederhana dan masih klasik seperti dulu, yakni dengan Bahasa “sulit-lah, tidak ada anggara-lah, perpus masih di sebelah matakan, belum di anggap penting, dan bahkan masih ada saja yang berbahasa, masih ada keperluan sekolah yang didahulukan.
Sejarah perpustakaan memberikan gambaran perjuangan untuk memberikan akses pengetahuan kepada kita semua. Perpustakaan yang memiliki potensi besar untuk membantu kita tumbuh dan berkembang. Namun itu hanya sebatas khayalan. Lantas, kita hanya diam dan menerima kenyataan tanpa mau bergerak?