Aku menjamu pagi, jam 07:00
Kubuatkan ia minum penghilang penat dan gigil
Ya, jelas itu kopi.
“Hei pagi habiskan secangkir ini, atau bantu aku menyeruak”, kataku.
Para pendahulu tak memiliki PLN, cuma ada lampu minyak tanah bau pesing menggantimu pas malam hari, bahkan para pembaca akan senang menunggu datangmu, agar kalimat menyala menjadi burung dan belalang berbondong-bondong melaju menuju mata dan hutan fikiran.
Aku memanjamu pagi, jam 09:00.
Kuperlihatkan kau susunan huruf & kata yang payah kubikin
Ya, barang tentu itu puisi
“Hei pagi coba baca ini, atau bantu aku kesepian”, sebat kuucap.
Sudah meleleh maknanya disengat kau, berhamburan hurufnya ke langit-langit menjadi uap yang kau pecah menjadi cahaya untuk menerangi dia yang sedang bercumbu bersama orang lain di bawah tengah hari
“Kepada pagi, apakah kau adalah sepi”, usikku.