Keseharian kita selalu di kelilingi dengan berbagai informasi, apalagi di era percepatan informasi digital seperti media sosial facebook, tiktok, Instagram dan youtube membuat kita semakin mudah mengakses informasi. Informasi kini makin cepat kita dapatkan, saking cepatnya membuat kita mager dalam melakukan aktifitas keseharian, misalnya scroll aplikasi yang membuat kita nyaman dan lupa waktu dikarenakan banyak informasi yang bisa kita dapatkan.
Kecanggihan Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) yang bisa menyesuaikan fashion atau kesukaan informasi kita yang membuat kita nyaman. Sayangnya kita kadang lupa diri bahkan tidak sadar, bahwa kita sudah memuat banyak informasi dan bahkan informasi itu tidak berdampak apa-apa atau mengubah keadaan sehari-hari.
Ditengah gempuran informasi (information overload) membuat kita berada di zona nyaman, tentunya harus lebih berhati-hati dikarenakan informasi di media sosial tidak memiliki pendukung untuk memilah informasi yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu untuk memilah informasi, perlu pengaktifan terhadap dasar literasi untuk mengasah kemampuan terhadap suatu informasi, agar informasi yang kita dapatkan tepat sasaran dan memiliki nilai yang postif serta berguna bagi kita dan orang lain. Dasar literasi dapat diaktifkan dengan metode membaca dan memahami, dengan metode ini dapat dijadikan sebagai pondasi untuk memahami informasi yang muncul di sehari-hari.
Membaca merupakan modal utama seseorang sebelum mengaktifkan dasar literasi, dan juga membaca suatu hal yang wajib dimiliki seseorang. Ketika kita mendengar kata membaca secara otomatis yang terlintas dipikiran kita langsung tertuju pada buku teks, padahal membaca tidak terpaku pada membaca buku teks saja melainkan bisa membaca lingkungan sekitaran.
Tidak dapat di pungkiri lagi, membaca buku juga sangat baik untuk keseharian kita, bisa memperluas wawasan, memperdalam pengetahuan, memperkaya kosakata, memperbaiki komunikasi, meningkatkan imajinasi dan masih banyak lagi manfaatnya. Untuk memaksimalkan pengaktifan dasar literasi melalui membaca buku, perlu juga membaca lingkungan sekitar agar melihat realita yang terjadi serta peka terhadap lingkungan sekitar.
Membaca yang berarti iqra dijelaskan juga dalam Al-quran yang berarti bacalah, ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. perintah untuk membaca. Iqra dapat menjadi landasan utama manusia untuk membaca, dengan tujuan agar manusia dapat membaca keadaan sosial pada masa itu. Seiring perkembangan zaman membaca telah berkembang mulai dari membaca teks, membaca lisan dan membaca audio visual atau lebih dikenal dengan konten-konten di media sosial.
“Membaca atau iqra dapat dijadikan pondasi yang paling utama seseorang sebelum menikmati konten-konten informasi yang tersaji di media sosial”.
Memahami, modal kedua. Merupakan struktur penting dalam pengaktifan dasar literasi. Memahami informasi tidak bisa lepas dari pemahaman yang merupakan kemampuan seseorang untuk memahami setelah diketahui dan diingat, baik secara lisan, tulisan dan audio visual. Obyek memahami tidak dapat dilepaskan dari pikiran penuturnya serta manusia tidak berpikir tentang hal yang sama meski memakai kata atau ilustrasi yang sama.
Konsep memahami dihubungkan juga dengan hermeneutik dikarenakan inti hermeneutik adalah memahami. Hermeneutik adalah Hermes, istilah kuno dalam mitologi Yunani yang diutus oleh dewa-dewa untuk bertindak sebagai pembawa pesan Ilahi kepada manusia. Hermeneutik dalam Bahasa Inggris Hermeneutic dari kata Yunani hermeneuein yang berarti menerjemahkan atau bertindak sebagai penafsir.
Memahami dengan seni dapat disebut sebagai seni karena bertolak dari situasi tanpa pemahaman, sehingga memerlukan upaya dan tidak dapat secara serta merta untuk paham serta mengatasi kesalahpahaman. Schleiermacher memperkenalkan memahami dengan seni yang merupakan kepiawaian untuk memahami, seperti seniman yang menghasilkan karya seni.
Hermeneutik merupakan bagian dari seni berpikir yang bersifat filosofis, dengan mencari pemikiran dibelakang sebuah ungkapan. Kesenjangan kata dan pikiran diatasi dengan adanya upaya rasional yakni interprestasi. Interprestasi merupakan pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu atau tafsiran. Romantisme merupakan salah satu alasan Schleiermacher dengan argumennya tentang Hermeneutik sebagai seni memahami ala Schleiermacher karena ia berada di lingkungan cendekiawan dan sastrawan romantik, oleh karena itu Schleiermacher sangat dipengaruhi oleh romantisme dan melibatkan agama serta perasaan dalam memandang sesuatu. Schleiermacher berpandangan bahwa hakikat agama adalah “perasaan ketergantungan mutlak” di hadapan alam semesta. Menurut asas terakhirnya, memahami adalah sebuah tugas yang tidak berkesudahan.
“Persoalan Memahami Hermeneutik Schleiermacher adalah bagaimana mengatasi disinformasi ditengah ledakan informasi, antara pembuat informasi dan penerima informasi tanpa adanya kebiasan infromasi”.
Membaca dan memahami merupakan dasar literasi yang saling membutuhkan agar terhindar dari Informasi yang berlebihan membuat informasi itu dianggap sebagai serangan, yang menyerang kehidupan manusia. Untuk terhidar dari informasi yang berlebihan, perlu dasar literasi yaitu memahami apa itu membaca dengan pendekatan Iqra sebagai perintah membaca agar melihat keadaan sekitar, kemudian memamahi dengan seni ala Hermeneutik Schleiermacher, yakni piawai dalam memahami pesan atau informasi yang disampaikan serta berfikir secara filosofis untuk tidak terjadi kesalahpahaman. Informasi tidak akan dijadikan sebuah serangan, jika kita mengerti dasar literasi yaitu Membaca dan Memahami.