Litbang Reid
Ma'baca-baca

Memorabilia Pustakawan Sulawesi Selatan

Sampai saat ini pustakawan tak memiliki tokoh yang dapat dijadikan patron bagi perkembangan kepustakawanan Indonesia, juga sebagai perangsang agar terbentuknya pandangan hidup pustakawan dalam mencapai vitalitas perpustakaan yang ideal. Hal ini dapat ditelusuri dari rekam jejak sejarah pustakawan Indonesia. Beberapa pemerhati pustakawan telah berupaya mendokumentasikan nama-nama yang memiliki kontribusi penting demi kemajuan kepustakawanan kita.

Tairias dan Harahap yang menulis buku Kiprah Kepustakawanan (1998), mencatat banyak sosok penting yang memang perlu kita ingat seperti Raden Patah, Mulyono Hadi, Amir Nasution, dan beberapa lainnya, beserta berbagai peristiwa penting yang melingkupinya. Sulistyo Basuki yang juga merangkum jejak Mastini atas pengalamannya menjadi seorang pemimpin perpustakaan, tak lain, ialah cara-cara yang dipilih oleh penulis untuk mendokumentasikan jasa-jasa para tokoh pustakawan agar kita bisa membaca serta mempraktikkan teladan kepustakawanan tersebut. Namun, hasil dokumentasi dari beberapa sosok itu mungkin masih kurang perhatian. Padahal, kita  tengah  memerlukan penghayatan dan  animo  dari  sosok  teladan  dalam  merefleksikan kepustakawanan kita.

Negara-negara lain menganggap para tokoh pustakawannya sebagai vital. Dokumentasi teladannya mengiringi perkembangan perpustakaannya. Hal itu bukan serampangan juga tidak diterima begitu saja oleh pustakawannya. Para tokoh tersebut memiliki dampak yang konkrit. Misalnya saja Argentina memiliki sosok Luis Borges, India memiliki Raganathan, Amerika memiliki Melvil Dewey dan lain sebagainya.

Sosok teladan sangat diperlukan bagi setiap individu sebagai wujud pertumbuhan semangat dan menanamkan rasa cinta dalam mencapai tujuan tertentu. Ketokohan tentunya ada di setiap bidang kemasyarakatan ataupun pemerintahan yang berbentuk lembaga/institusi agar dapat mencapai tujuannya melalui individu dalam setiap kelompok. Selain itu mempelajari tokoh tersebut juga dapat memeberi kita pelajaran inspiratif mengenai semangatnya, apa visi sosialnya dan bagaimana mereka mencapainya. Maka dari itu memperbaiki perpustakaan kita tentu dapat diraih dari usaha kita mempelajari tokoh dan pastinya hal tersebut sangat bermanfaat serta dibutuhkan oleh karena sifatnya yang sangat mendasar.

Hal ini didedikasikan kepada para tokoh pustakawan Sulawesi Selatan yang antara lain Kaparang dan Rahman Rahim. Tulisan ini merupakan sebagai rangkuman awal bagi usaha kami untuk memulai penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai kiprah para tokoh pustakawan dan peristiwa perpustakaan di Sulawesi Selatan.

J.P.J Kaparang Komisaris Perpustakaan Makassar

Johan Petrus J Kaparang, nama yang sangat asing di kalagan pustakawan Sulawesi Selatan. Beliau merupakan Komisaris Perpustakaan Makassar serta menjadi Kepala Perpustakaan Rakyat dan Perpustakaan Lembaga Pers di Makassar di tahun 1950-an. Pemimpin yang juga bergejolak melayani masyarakat umum di tengah krisisnya buta huruf masyarakat dan memenuhi kebutuhan referensi bacaan para wartawan/pers.

Di saat pencanangan program utama pemberantasan buta aksara, tuntutan pustakawan saat itu, mengharuskan Kaparang untuk membangun 400 titik perpustakaan di kota/desa sekitarannya. Memang nyata, perpustakaan kala itu menjadi salah satu agen lembaga penyedia bahan bacaan dan garda depan pasca melek huruf masyarakat, guna memberantas buta huruf masyarakat.

Sembari menjalankan aktivitas perpustakaan di Makassar, beliau diutus mewakili Indonesia untuk memperdalam Ilmu Perpustakaan pada Lembaga Pelatihan Perpustakaan Australia melalui program Colombo Plan UNESCO. Disinilah ia memperdalam teknik-teknik terbaru dalam dokumentasi, katalogisasi dan administrasi perpustakaan.

Tidak hanya pendalaman teknis, Kaparang memanfaatkan sela-sela waktu untuk lebih memperluas wawasannya, berkeliling mengunjungi berbagai jenis perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum yang ada di kota dan desa Australia.

Sepulang pendidikan di Australia, beliau kian aktif memberikan kontribusi pemikirannya di setiap pertemuan pustakawan dan memaparkan konsep kepustakawan yang ideal. Tawaran yang selalu konteks antara kondisi dan kebutuhan masyarakat, menyelaraskan model perpustakaan yang sesuai dengan zaman dan tantangan kedepannya.

Terlihat  dari  makalahnya pada  kongres  pertama  PAPSI  (Perhimpunan Ahli  Perpustakaan Seluruh Indonesia) dengan judul “Aktivitas PAPSI” beliau memaparkan terkait kerja kreatif pustakawan pada tataran pemberantasan buta aksara. Kaparang mempersentasekan kondisi buta aksara di Sulawesi sebagai data dasar untuk memproyeksi peranan PAPSI, dengan usulan menghadirkan seksi-seksi. Menurutnya, melalui aktivitas inilah perpustakaan dapat memetakan masalah buta aksara secara regional dan nasional.

Selain pemberantasan aksara, Kaparang cekat dalam memproyeksi perkembangan di masa pasca kemerdekaan. Beliau telah memetakan fokus pustakawan pada tubuh PAPSI ke wilayah perpustakaan umum,  sekolah dan  perguruan  tinggi untuk  lebih  mempermudah manajerial perpustakaan.

Namun se-usai Kongres Pertama PAPSI diselenggarakan tahun 1956, nama J.P.J Kaparang tidak dapat kami jumpai lagi. Belum diketahui secara pasti, apa yang terjadi setelahnya.

Rahman  Rahim dan Makassar Public Library

Tentu tak asing bagi orang Makassar jika mendengar istilah Ayam Jantan dari Timur. Tapi Ia, namanya disebut-sebut sebagai Begawan Perpustakaan dari Timur. Di era Patompo sebagai walikota (1962-1978), nama Makassar eksis hingga kancah internasional karena kepemimpinanya sukses merancang dan mewujudkan perpustakaan yang ideal. Jurnal UNESCO yang terbit dua bulan sekali memberinya ulasan khusus, menjelaskan keberhasilan Makassar Public Library (Perpustakaan Umum Makassar) dibawah asuhannya.

Abdul Rahman Rahim. Pria kelahiran Makassar 7 Juli 1935 itu mungkin tersisih dari perbincangan pustakawan saat ini. Bisa dibilang, konsep-konsep tentang perpustakaan umum tak sekadar ia pahami dan ucapkan. Praktiknya mengelola perpustakaan, bahkan bisa dianggap radikal.

Baca Juga: Perpustakaan Perpustakaan Makassar

Rahman paham betul dan memiliki kesadaran bahwa perpustakaan adalah ruang publik; ruang yang seyogianya cekatan pula tanggap mengenai keperluan masyarakat agar melek terhadap perkembangan ilmu pengetahuan (pendidikan). Informasi terbaru seperti film, musik, buku-buku hingga berita-berita harian, semua disediakannya untuk kebutuhan masyarakat. Bagi anak-anak, ia menyuplai bahan pustaka khusus yang sesuai.

Diminati oleh berbagai kalangan, perpustakaan tersebut bahkan digunakan sebagai tempat pertemuan mahasiswa antar-kampus se-Makassar. Setelah kurang lebih empat tahun beroperasi, Makassar Public Library sudah dijadikan sebagai percontohan perpustakaan umum bagi beberapa daerah seperti Takalar (November 1973), Bantaeng (Oktober 1973), Pare-Pare (Oktober 1973), dan beberapa lainnya yang belum memiliki perpustakaan umum pada saat itu.

Tahun 1967, A Rahman Rahim dipercaya mengurusi Perpustakaan Universitas Hasanuddin. Ditahun itu juga, ia mendapat beasiswa S2 di Northern  Illions Amerika. Memilih bidang perpustakaan, Rahman menyelesaikan studinya pada tahun 1968.

Sepulangnya  dari  Amerika,  Panglima  Kodam  XIV  Hasanuddin  Makassar,  Sayidiman Suryohadiprojo menaruh kepercayaan pada Rahman untuk merintis sebuah perpustakaan umum.

Sayidiman Suryohadiprojo ketika itu tengah meresahkan perdebatan  mengenai modernisasi serta mempunyai kekhawatiran terhadap masyarakat yang menilainya sebagai westernisasi, mengeluh pada kepala stafnya, Aziz Bustam; “Pengertian modernisasi harus disebar luaskan.”

Rahman yang yang diserahkan tanggung jawab oleh pihak Kodam dan Kotamadya, difasilitasi sebuah gedung bekas Konsulat Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atas kesepakatan Kepala Staf Panglima Aziz Bustam dan Walikota Patompo di jalan Chairil Anwar, Makassar.

6 September 1969, di bekas gedung Konsulat RRT itulah awal berdiri Makassar Public Library. Persemiannya dipesta-upacarakan dengan meriah oleh Walikota Patompo, Gubernur Ahmad Lamo membukanya dengan resmi, Panglima Sayidiman Suryohadiprojo mewejangkan pidato, menjelaskan arti dan peranan penting suatu perpustakaan umum.

Tokoh-tokoh pendidikan dan kebudayaan, masyarakat, wartawan, anggota-anggota DPR provinsi dan kotamadya, staf-staf pemerintahan, mahasiswa dan sivitas akedemika lainnya, juga termasuk pengusaha-pengusaha dan kaum buruh, turut hadir dalam peresmian Makassar Public Library.

Berupa ikhtiar dari Rahman Rahim, fasilitas perpustakaan seperti rak buku, dibuatnya secara swadaya. Bahan pustaka, Rahman kumpulkan dari koleksi pribadinya, dari jawatan, kokolega- koleganya serta bantuan-bantuan insidentil lainnya.

Meski telah terbilang cukup, Rahman yang merasa koleksi Makassar Public Library masih kurang dalam proses penataannya, saat itu mengunjungi kedutaan Amerika di Jakarta. Hubungan Indonesia dan Amerika ketika itu renggang sehingga staf di kedutaan tak merespon Rahman dengan baik. Tapi ia tak kehabisan akal. Rahman bilang;

“Saya memperoleh gelar sarjana perpustakaan di Amerika, dan ketika saya akan mengamalkan ilmu  itu  di  Indonesia,  bapak-bapak  tidak  mendukung. Artinya,  kalau  saya  gagal,  maka sebenarnya itu adalah bagian dari kegagalan Amerika.”

Atas desakan Rahman tersebut, Kedutaan Amerika akhirnya mengirimkan buku-buku yang hampir tak terhitung jumlahnya ke Makassar Public Library.

Jerih payah Rahman tak sia-sia. Makassar Public Library berkembang pesat, menuai popularitas, dan perpustakaan berhasil dijadikannya sebagai ruang publik, ruang dimana informasi dipertukarkan. Di perpustakaan itu juga, tersedia kursus bahasa seperti bahasa Inggris dan Belanda.

Sekitar tahun 1972, Makassar Public Library dianggap sebagai perpustakaan terbaik di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Saat itu, anggota perpustakaan terdaftar sebanyak 586 orang dengan pemustaka tetap sekitar 400’an orang perhari. Dengan peminat sebanyak itu, perpustakaan tersebut dikelolah dengan hanya 11 karyawan dan karyawati.

Atas jasanya-jasanya, dari Walikota Patompo, A Rahman Rahim memperoleh penghargaan sebagai Pelopor Pembangunan Kota dari sudut perpustakaan.

 

Litbang Reid
Ma'baca-baca