Kebangkitan Nasional tahun 1908 yang dipelopori oleh Dr. Wahidin Sudiro Hoesodo dan kawan-kawan pelajar serta tokoh masyarakat. Selain kaum pelajar dan tokoh masyarakat ada juga kaum-kaum intelektual, ilmuan, sastrawan, budayawan dan tokoh agama yang turut berjuang. Mereka menyatukan pikiran mereka dalam semangat juang berapi-api untuk memerdekakan Indonesia.
Kebangkitan Nasional adalah kebangkitan bangsa setelah kerangka bangsa Indonesia terbentuk sebagaimana suatu simbol dan persatuan dalam lambang Bhineka Tunggal Ika (berbeda beda tetap satu). Bhineka Tunggal Ika dalam falsafahnya yang menjadi dasar negara yaitu Pancasila. Kebangkitan Nasional merupakan semangat dan jiwa masyarakat sebagai sosok bangsa yang maju dan diakui oleh negara-negara lain.
Kebangkitan bangsa Indonesia yang hendakya tetap pada jalur koridor untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yakni, (1) melindungi segenap bangsa Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa dan, (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian badi serta keadilan sosial. Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan kiblat perpustakaan dan pustakawan yang termaktub dalam Undang-undang 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita bangsa, jangan lagi hanya menjadi jargon semata khususnya di instansi perpustakaan. Perpustakaan merupakan ruang reproduksi ilmu pengetahuan dikelola oleh pustakawan yang ditujukan kepada masyarakat tanpa memandang kelas dan latar belakang sosial mereka. Perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat (lifelong education) mengembangkan potensi masyarakat serta memberikan aspirasi, inspirasi, ilmu pengetahuan, wawasan, informasi, motivasi, dan inovasi guna sampai kepada cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa
Perpustakaan dan pustakawan merupakan satu kesatuan, hal yang tidak dapat dipisahkan. Kehadiran perpustakaan dan pustakawan diharapkan dapat melanjutkan perjuangan yang telah diwariskan para pendiri bangsa ini. Kebangkitan nasional bagi pustakawan hendaknya di maknai sebagai upaya melepaskan masyarakat dari belenggu kebodohan. Oleh karenanya pustakawan sebagai intelektual organik berkewajiban untuk menyediakan bacaan, menghadirkan ruang diskusi atas setiap problem yang dihadapi masyarakat, dan mengajari tanpa mendikte masyarakat agar mencerdaskan kehidupan bangsa tak sekadar jadi nyanyian lupa. Namun, untuk itu perlu transformasi pemikiran dan kebudayaan dalam tubuh perpustakaan agar program kerja yang digagas tak sekadar sebagai pemenuhan angka kredit semata.
Ide, kreatif dan inovasi pustakawan sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan karakter bangsa yang berbudaya dan literat. Bangsa literat adalah bangsa yang merdeka. Bangsa yang masyarakatnya dapat berpikir secara mandiri dalam mengentaskan persoalan-persoalan yang dihadapi. Dengan begitu, peran Pustakawan sebagai intelektual organik bukan lagi menjadi doktrin yang tak berkesudahan.
Perpustakaan tidak hanya menyimpan koleksi buku-buku (bahan pustaka) melainkan sebagai ruang pendidikan non-formal. Sudah saatnya marwah perpustakaan sebagai pusat penelitian, pelatihan, pembelajaran masyarakat harus dikembalikan. Integrasi peran dan fungsi Inilah yang seharusnya disebut perpustakaan berbasis inklusi sosial literasi untuk kesejahteraan.
Perpustakaan di Indonesia selama ini terus mengalami perkembangan. Namun terbilang agak lambat. Perkembangan yang relatif lambat ini harus diakseslarasi dapat terus sejalan dengan kebutuhan masyarakat di zaman yang semakin instan ini. Dewasa ini Perpustakaan Indonesia mengalami perkembangan berkat kerja keras perpustakaan nasional yang didukung oleh berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, Lembaga swadaya, dan seluruh pemerhati perpustakaan.
Di era tahun 1920an Program gerakan membaca ketok pintu dari rumah ke rumah oleh ki Hadjar dewantara hingga trasnformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial dengan tagline literasi untuk kesejahteraan di era sekarang. Melalui perpustakaan nasional merupakan upaya membangkitkan perpustakaan-perpustakaan yang ada di daerah baik skala provinsi, kabupaten/kota hingga desa-desa. Membangkitkan dari keterpurukan buta aksara hingga minat baca 0,0001 urutan ke 60 dari 61 negara serta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam hal ini, pemerintah daerah hingga pemerintah desa berkewajiban dan berwenang untuk mendukung penyelenggaraan perpustakaan berupa dukungan program-program, dana dan lain-lain mulai dari perpustakaan provinsi, perpustakaan kabupaten/kota, Perpustakaan Kecamatan hingga Perpustakaan kelurahan/desa. Maka dari itu persoalan mencerdaskan kehidupan bangsa lewat perpustakaan musti ditanggapi dan dilaksanakan secara serius. Melalui pustakawanlah masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan di perpustakaan yang lebih mudah dipahami masyarakat yang di kemas secara inovatif dan kreatif untuk memerdekakan masyarakat melalui kecerdasan kehidupan bangsa.
Memperingati dan menghormati kebangkitan nasional adalah merefleksi kembali semangat perjuangan merebut kemerdekaan bangsa. Refleksi untuk aksi.
BACA JUGA: Strategi Arsitekur dan Planologi