Inklusif Perpustakaan, Tanpa Gep Bagi Disabilitas

OPINI | 03/12/2024
Oleh: Affanullah

aksesibiltas perpustakaan

Setiap hari, kita pasti mengalami berbagai peristiwa, baik yang membuat kita senang maupun yang mengecewakan. Peristiwa-peristiwa ini akan tercatat dalam ingatan kita, baik untuk dirayakan maupun dievaluasi. Berkaitan dengan itu, pada 3 Desember kita  memperingati Hari Penyandang Disabilitas Internasional sebagai momen untuk merayakan kesetaraan dan mengevaluasi kesamaan hak disabilitas dengan masyarakat pada umunya. Peringatan ini hadir tak hanya perayaan seremonial semata, melainkan untuk mengingatkan perlunya memahami dan mengetahui isu disabilitas serta memobilisasi dukungan untuk martabat dan kesejahteraan penyandang disabilitas, dengan memperhatikan aspek kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Diketahui, Tema Hari Penyandang Disabilitas Internasional 2024 ialah “Amplifying the leadership of persons with disabilities for an inclusive and sustainable future” (Memperkuat kepemimpinan penyandang disabilitas untuk masa depan yang inklusif dan berkelanjutan). Tema ini disampaikan oleh PBB untuk mengakui peran penting penyandang disabilitas dalam menciptakan inklusivitas dan keberlanjutan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam semua aspek masyarakat secara setara. Selain itu, Kementerian Sosial RI mengusung slogan #SetaraBerkarya untuk menekankan semangat kesetaraan dalam berkarya.

Sebagai pelayan publik, kita perlu mengevaluasi dan meningkatkan pemahaman serta mobilisasi hak-hak penyandang disabilitas. Mereka berhak mendapatkan pelayanan yang setara dan inklusif, serta memiliki akses yang lebih mudah untuk berkarya. Namun, sering kali kita tidak peka terhadap kehadiran mereka. Penting untuk diingat bahwa penyandang disabilitas memiliki hak dan martabat yang sama, serta berhak mengakses ruang sosial dan pendidikan sebagai bagian dari kesejahteraan mereka.

Konsep inklusivitas, berkarya, dan kesejahteraan sangat terkait dengan perpustakaan. Transformasi perpustakaan menjadi ruang inklusif dan program yang mensejahterakan, baik di tingkat nasional maupun desa, adalah langkah yang sangat relevan. Perpustakaan publik kini sangat menunjang kehidupan masyarakat di sekitarnya. Di Sulawesi Selatan, terdapat Pustakabilitas, sebuah perpustakaan khusus untuk difabel yang didirikan oleh Yayasan Penggerak Difabel untuk Kesetaraan Makassar (PerDIK). Pustakabilitas dikelola oleh Divisi Produksi, Pengetahuan, Publikasi, Informasi, dan Komunikasi PerDIK, dan sangat dikenal di kalangan penyandang disabilitas.

Menurut penelitian Irah Pratiwi (2022), Pustakabilitas memiliki ribuan koleksi buku dalam braille dan audio, serta menyediakan bahan bacaan yang ramah difabel. Perpustakaan ini menawarkan konsep yang sangat inklusif, dengan pelayanan maksimal yang memudahkan pemustaka difabel. Beberapa layanan yang disediakan antara lain pendampingan menggunakan komputer dengan screen reader untuk difabel netra, juru bicara isyarat untuk difabel rungu, dan aksesibilitas untuk difabel daksa.

Penyandang disabilitas mungkin lebih memilih Pustakabilitas karena mereka merasa lebih dipahami oleh sesamanya. Terkadang, ada rasa takut atau kekhawatiran terhadap stigma atau bullying di perpustakaan publik. Namun, di Pustakabilitas, mereka merasa diterima dan dihargai. Selain itu, pengelola Pustakabilitas berusaha untuk memenuhi standar etika    pustakawan, dengan pendekatan psikologis yang ramah dan sopan terhadap pemustakanya. Hal ini menciptakan suasana yang nyaman, sehingga Pustakabilitas menjadi pilihan yang tepat bagi penyandang disabilitas.

Baca Juga: Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial: Utopiskah?

Pustakabilitas menjadi contoh perpustakaan yang ramah difabel, yang mendukung terciptanya ruang inklusif dan pendidikan sepanjang hayat tanpa adanya pengasingan atau bullying. Ini adalah langkah penting dalam mewujudkan harapan kita untuk perpustakaan yang lebih mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Meskipun demikian, masih ada tantangan, terutama dalam digitalisasi perpustakaan. Beberapa aplikasi e-book, misalnya, memiliki fitur yang kurang ramah bagi difabel netra. Setelah buku diunduh, teksnya tidak terdeteksi dengan baik, sehingga fitur pembaca layar atau talkback tidak dapat berjalan dengan semestinya.

Namun, implementasi nyata dari Pustakabilitas sesuai dengan tema Hari Penyandang Disabilitas Internasional 2024, yaitu menciptakan ruang inklusif dan memberi kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk berkarya dan belajar sepanjang hayat. Pustakabilitas mampu mewujudkan ruang belajar yang inklusif dan nyaman, sehingga penyandang disabilitas dapat mengakses buku tanpa adanya sentimen atau stigma buruk. Ini adalah langkah nyata untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan menghargai martabat semua orang.

Meskipun demikian, kenyataannya masih ada sejumlah perpustakaan yang belum ramah terhadap penyandang disabilitas, termasuk di beberapa perpustakaan perguruan tinggi. Perpustakaan, yang seharusnya menjadi contoh bagi perpustakaan lainnya, seperti di sekolah dan daerah, masih banyak yang belum memberikan fasilitas yang memadai. Padahal, perpustakaan seharusnya menjadi tempat yang mendukung perkembangan kemampuan dan aksesibilitas bagi semua individu, termasuk mereka yang memiliki disabilitas. Sayangnya, perhatian terhadap kebutuhan mereka masih sangat minim.

Baca Juga: Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial: Egois?

Oleh karena itu, pada hari yang istimewa ini, semoga harapan penyandang disabilitas untuk mendapatkan kesetaraan dalam akses ruang publik, khususnya di perpustakaan, dapat diperhatikan lebih serius oleh pemerintah dan masyarakat umum. Ini bukan hanya sekadar wacana, tetapi langkah nyata untuk menciptakan ruang inklusif bagi semua, dimana penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara setara dalam semua aspek kehidupan

affanullah