Bacaan dan buku telah menjadi bagian penting dalam kehidupan Bung Hatta. Hal ini terlihat dari banyaknya karya tulis yang telah ia ciptakan serta keteguhannya dalam mengorganisir koleksi bukunya. Setiap hari Minggu, ia selalu menyempatkan diri untuk mengatur buku-bukunya yang telah dikumpulkan sejak sekolah dasar hingga meninggalkan Padang. Bahkan ketika berada di penjara, ia masih meminta agar dikirimkan buku-buku.
Kegemarannya terhadap membaca membuat Bung Hatta dikenal sebagai sosok yang bijaksana dalam pengambilan keputusan. Seperti pepatah mengatakan, “banyak baca, banyak tahu, dan bijak.” Menurut Julinar Idris, Bung Hatta pernah membaca sebuah buku karya Jawaharlal yang menjelaskan bahwa keputusan harus diambil dengan hati yang teguh. Artinya, pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mempertimbangkan dengan matang dan menilai baik buruknya. Dengan demikian, keraguan dapat dihindari karena keputusan sudah dipikirkan dan diyakini dengan hati sebelum diambil.
Ketelitian Bung Hatta dalam merawat buku-bukunya juga sangat mencolok. Ia selalu mencatat setiap peminjaman buku, mulai dari nama peminjam, tanggal peminjaman, hingga tanggal pengembalian. Ia juga mengingatkan peminjam untuk menjaga buku-bukunya dengan baik. Bung Hatta sangat tidak suka jika ada lembaran buku yang dilipat atau robek. Ketelitiannya dalam mengurus buku mencerminkan kedalaman perhatian dan kecintaannya terhadap bacaan.
Kecerdasan yang dimiliki Bung Hatta turun dari kecerdasan seorang nenek, yakni Sitti Aminah yang selalu mendidik Hatta. Beliau selalu mendampingi Hatta secara moral dan berprinsip untuk melawan Belanda. Prinsip beliau ialah
“kalau kita sudah di jalan benar, maka kita harus tetap dengan pendirian kita dan kita tidak usah berbalik kembali dan menjilat”.
Mencintai buku sama halnya dengan mencintai ilmu pengetahuan. Sangat tercermin pada Bung Hatta, yakni menjadikan buku sebagai harta karunnya. Tak heran jika ia mendirikan Perpustakaan yang tidak ternilai harganya dan menjadikan simbolik ketika ada tamu yang mengunjungi beliau.
Kecintaanya terhadap buku, membuat beliau selalu berusaha untuk menurunkan kecintaan bukunya kepada anak-anaknya dan memberikan bacaan bermutu, sebab buku/bacaan dapat membangun dan merawat kekeluargaan yang berpendidikan dan beradab. Menurut Meutia Farida, beliau kerap memegang buku cerita anak-anak dan menceritakan kepada kami dengan penuh pembawaan dan lancar. Hal tersebut membuat Meutia lebih memahami tata bahasa Indonesia dan memperloleh pengetahuan adat istiadat serta karya-karya sastra.
Selain menulis, membaca, mengajari mencintai buku, beliau kerap menjelaskan kepada anak-anaknya alasan mengapa ia selalu membaca;
“meskipun seseorang telah mencapai kesarjanaannya, tetapi bilamana ia tidak aktif mengikuti perkembangan ilmu baru maka orang itu akan terbelakang”
itulah sebab Bung Hatta sangat gemar membaca, baik buku maupun koran-koran lokal dan internasional.
Kedisiplinan Bung Hatta sangat teratur dalam mengatur jadwal kesehariannya, mulai dari bangun, sarapan, makan, membaca hingga mendengarkan warta berita. Tidak hanya itu, menurut Alawiyah Baridjambek, beliau sangat menghargai waktu. Sewaktu masih menjabat Wakil Presiden, pagi hari sebelum masuk kantor beliau masuk ke dalam Perpustakaannya melihat lekat bukunya. Di kala istirahat ia baca buku dan sejam sebelum tidur beliau membaca selama satu jam.
Menurut Munthalib, Kebiasaan Bung Hatta setiap berpindah tempat, pastinya akan membuat ruangan perpustakaan dan setiap raknya ada papan yang dapat ditarik sewaktu ingin membaca beberapa halaman buku sambil berdiri. Hal tersebut dilakukan agar buku tersebut tidak ia sentuh sehingga tidak mengotori sampul buku.
Baca Juga: Piagam Buku: International Yearbook
Bung Hatta sangat merawat buku-bukunya, bahkan untuk memberikan catatan pada buku ia harus menggunakan pensil halus. Selain itu buku-bukunya tidak di beri nomor urut atau kode perpustakaan (label) seperti buku di perpustakaan pada umumnya. Beliau sangat tau apa isi-isi bukunya dan memiliki urutan khusus yang diciptakan oleh beliau sendiri.
Urutan-urutan buku tersebut berbeda dengan Malvey Dewey, ia menyusun urutannya berdasarkan keterkaitan dan keterhubungan antara buku satu dengan buku lainnya. Mengurutkan sesuai keilmuan buku berdasarkan kaitan dan hubungan dengan keilmuan lainnya. Hal ini membuatnya terstruktur dalam membaca dan mengetahui letak serta isi ribuan buku di perpustakaannya.
Karena keseringan berpindah-pindah tempat, bung hatta selalu mengikutkan buku-bukunya. Namun dalam pengemasan buku-bukunya tidak asalan, melaikan menyusun kedalam peti aluminium sesuai dengan urutan sesuai pada rak-rak. Hal tersebut dilakukan jika disusun kembali, urutannya tidak berhamburan lagi jika kembali disusun di ruang perpustakaannya. Bung Hatta sangatlah disiplin, terutama perilaku terhadap buku-buku, baik menyusun maupun merawat.
Perlakuan Bung Hatta terhadap buku sangatlah rinci, khususnya dalam meletakkan buku yang di taruh tidak boleh terbalik. Muthalib menjelaskan, dalam merawat bukunya selalu melakukan fumigasi setiap enam bulan sekali dan memberikan kemper pada ruang perpustakaannya. Selain itu, buku yang hendak ia baca selalu meniup buku agar terhindar dari debu lalu diletakkan di rak atau meja bacanya, terutama buku-buku lama.
Kehidupan Bung Hatta dan buku merupakan satu kesatuan dalam dirinya. Foto-foto beliau banyak kita jumpai selalu bersamaan dengan buku-buku. Selain dikenang sebagai pejuang dalam memerdekakan Indonesia, ia merupakan cerminan bangsa, bangsa yang merdeka dan bangsa yang mencintai buku-buku.
“buku membentuk watak bangsa” Moh. Hatta