Afzazul Rahman
"Pelajar Kepustakawanan"

Perpustakaan Pencetak Uang Palsu: Kepustakawanannya Dipertanyakan

OPINI | 18/12/2024
Oleh: Afzazul Rahman

Ilus/The Dark Library

Sepekan terakhir, dunia kepustakawanan diselimuti berita yang sangat memilukan. Sebuah perpustakaan, yang seharusnya menjadi ruang untuk reproduksi pengetahuan dan pusat informasi masyarakat, kini disalahgunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan fungsinya. Ditemukan bahwa ruangan yang seharusnya menjadi sumber ilmu pengetahuan itu, justru diduga sebagai tempat untuk memproduksi uang palsu.

Perpustakaan, khususnya Perguruan Tinggi pada dasarnya adalah ruang yang sarat dengan nilai-nilai: tempat bagi akademisi untuk mendapatkan nilai pendidikan, ilmiah, informasi, sosial, kebudayaan hingga rekreasi agar menjadi manusia yang seutuhnya. Tempat yang seharusnya menjadi saksi pengembangan intelektual, kini ternodai oleh tindakan kriminal yang merugikan. Kejadian ini sangat menyedihkan, karena menunjukkan bahwa ruang yang penuh makna ini telah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Perpustakaan yang seharusnya menjadi contoh dalam hal menjaga integritas dan semangat juang dalam memberdayakan pemustaka. Sebagai tempat yang berfungsi mendukung kegiatan akademik dan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan pengetahuan. Namun, dengan adanya kasus seperti ini, tidak hanya integritas perpustakaan yang tercoreng, tetapi juga dampaknya bisa merusak citra hingga reputasi kepustakawanan secara keseluruhan.

Baca Juga: Menyoal Ekosistem Kepustakawanan Indonesia

Ironisnya, perpustakaan Perguruan Tinggi yang tersandung kasus tersebut ternyata juga merupakan tempat lahirnya banyak alumni yang menjadi pelopor dalam pengembangan ilmu kepustakawanan di Indonesia. Alumni-alumni, yang seharusnya menjadi patron dalam dunia kepustakawanan, kini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa cerminan institusi yang mereka banggakan telah dicederai oleh tindakan yang sangat tidak etis. Ini tentu merupakan pukulan telak bagi mahasiswa, alumni ilmu perpustakaan dan pustakawan di Indonesia, yang dalam beberapa tahun terakhir berusaha bangkit dan berkembang.

Sementara itu, di tengah peristiwa yang memilukan ini, terlihat tidak ada reaksi signifikan dari Dewan Senior Perpustakaan, maupun Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). Terkesan tidak cukup bersuara atau mengambil sikap tegas terkait peristiwa yang memalukan ini. Padahal merekalah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga dan membela integritas dunia perpustakaan. Sebagai organisasi yang memiliki tanggung jawab moral dan profesional terhadap dunia perpustakaan, seharusnya mereka segera memberikan pernyataan atau langkah konkret untuk menangani isu ini dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

Jika perpustakaan sudah disalahgunakan dengan cara seperti ini, maka kita harus bertanya, di mana letak amanah dan tanggung jawab moral kita? Bagaimana kita bisa berharap perpustakaan akan berkembang dengan baik, jika institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penanaman nilai-etika malah ternodai oleh perbuatan yang merusak!. Apa yang salah dengan sistem pengawasan yang ada? Apakah para pengelola perpustakaan telah cukup memperhatikan aspek keamanan dan integritas dalam menjalankan tugas dan amanah mereka? Dimana Pembina Perpustakaan dan Organisasi Pustakawan? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh semua pihak yang terlibat dalam tatanan kepustakawanan.

Baca Juga: Gerakan Nyata IPI : Kontribusi Terhadap Bangsa

Sangat mengherankan, mengapa kasus ini di diamkan yang pada dasarnya merusak citra dan reputasi sistem di kemudian hari. Tidak hanya kasus ini, ada banyak problematika dalam tatanan kepustakawanan kita yang tentunya perlu di diskusikan. Kita tidak boleh lagi mengabaikan pentingnya pengawasan yang ketat dan profesionalisme dalam mengelola perpustakaan. Jika ingin dunia kepustakawanan tetap menjadi tatanan yang menghargai ilmu pengetahuan dan nilai-nilai perpustakaan, tentunya harus memastikan setiap individu yang terlibat memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga integritas dan etika.

Dalam situasi seperti ini, dibutuhkan keberanian untuk bersuara dan mengambil langkah-langkah yang tegas. Jangan biarkan tatanan kepustakawanan terjerumus ke dalam keterpurukan akibat kelalaian kita dalam menjaga kualitas dan integritasnya. Hanya dengan bersama-sama, melalui tanggung jawab dan komitmen bersama, kita bisa mendapatkan kejayaan dan kehormatan. Sudah sepatutnya perpustakaan kembali sebagai tempat yang suci, menjaga kesakralan ilmu pengetahuan yang tidak hanya mendidik, tetapi juga menjadi simbol dari rekreasi terhadap kemajuan bangsa.

 

Afzazul Rahman
"Pelajar Kepustakawanan"