Oleh Rahmad Adri
Kita gemar melakukan aksi protes kepada pemerintah akibat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menyengsarakan rakyat. Protes tersebut bisa berlangsung sehari bahkan hingga berminggu-minggu.
Pernahkah terlintas dalam benak kita untuk melakukan aksi mogok makan, tutup jalan dan aksi demonstrasi lainnya di depan perpustakaan karena perpustakaan sebagai bagian dari institusi pendidikan yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan bacaan masyarakat tak mampu menggenapi kebutuhan buku bacaan kita? Tentu saja tidak. Lagi pula orang bodoh mana yang ingin melakukan aksi demonstrasi sekonyol itu kecuali tokoh Peter Pan dalam antologi cerpen corat-coret di toilet karya Eka kurniawan; aksi demonstrasinya berakhir tak populer dan hanya mendapat cibiran dari mahasiswa lain.
Buku sebagai kebutuhan primer tak pernah betul-betul menjadi perhatian utama, mungkin karena itu pula negara ini menempati posisi ke 60 dari 61 dalam riset yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 bertajuk “World’s Most Literate Nations Ratings” dalam hal minat baca.
Dalam survei yang dilakukan oleh BPS di tahun 2019, tingkat literasi kita baru mencapai 55.03, sedangkan persentase kunjungan masyarakat ke perpustakaan/taman baca hanya sebesar 12,16 dari total keseluruhan jumlah penduduk.
Rendahnya minat baca berbanding lurus dengan jumlah ketersediaan koleksi buku dan pustakawan di perpustakaan. Hal ini terjadi dalam skala nasional. Jumlah buku yang tersebar di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 16.077.296 dengan rasio ketercukupan koleksi sebesar 0,06213. Standar yang ditentukan oleh IFLA/UNESCO agar perpustakaan dapat dikatakan memenuhi kebutuhan koleksi adalah apabila setiap 1 (satu) orang penduduk dapat membaca 2 koleksi buku. Dalam standar IFLA/UNESCO 1 pustakawan maksimal melayani 2500 penduduk. Jika dilakukan perbandingan dari hasil sensus, 1 orang pustakawan melayani 81.391 penduduk. Jumlah ini jauh dari jumlah ideal yang telah ditetapkan.
Dalam skala regional, jumlah buku di perpustakaan yang tersebar di seluruh Sulawesi Selatan sebesar 3.660.994 eksamplar dan jumlah penduduk sebesar 8.888.762 juta jiwa. Jika menggunakan standar yang ditetapkan oleh IFLA maka kekurangan buku di Sulawesi Selatan adalah sebesar 14.116.530 eksamplar. Jumlah pustakawan perpustakaan umum yang tersebar di seluruh Sulawesi Selatan sebanyak 81 tenaga pustakawan jika menghitung menggunakan standar IFLA/UNESCO maka Sulawesi Selatan kekurangan 3.327 tenaga pustakawan.
Padahal dalam UU No 43 tahun 2007 pada ayat 7 ayat (1) butir c menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menjamin ketersediaan layanan secara merata, selaras dengan penjelasan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 12 ayat (2) butir q bahwa perpustakaan merupakan urusan wajib pemerintah daerah, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun pada kenyataannya pemerintah dan Stakeholder terkait belum bekerja secara maksimal untuk menghadirkan koleksi buku dan pustakawan secara maksimal.
Budaya literasi berkontribusi dalam pengembangan kebudayaan untuk mewujudkan masyarakat berpengetahuan dan berkarakter. Perkembangan literasi masyarakat di Indonesia sangat bergantung kepada kegemaran membaca masyarakat dan untuk mengembangkan kegemaran membaca membutuhkan suplai bacaan ideal yang cukup serta jumlah pustakawan yang ideal dalam melayankan koleksi.
Dalam Rencana strategis perpustakaan nasional 2020-2024 (2020: hal. 8) menegaskan:
Upaya membangun kualitas manusia budaya literasi perlu dijadikan menjadi fondasi yang kokoh bagi terwujudnya masyarakat berkualitas dan sejahtera. Literasi adalah bentuk cognitive skill memampukan manusia untuk mengidentifikasi, mengerti, memahami, dan mencipta yang diperoleh dari kegiatan membaca yang kemudian di transformasikan dalam kegiatan-kegiatan yang produktif yang memberikan manfaat sosial, ekonomi dan kesejahteraan.
Perlu adanya perhatian yang serius terhadap problem yang terjadi agar Indonesia betul-betul menjadi bangsa yang Literat, agar kita tak lagi miskin buku, tak lagi kekurangan pustakawan. Peningkatan kualitas kegemaran baca masyarakat harus dibarengi dengan peningkatan jumlah buku yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kami butuh pustakawan sekarang juga.
Sumber:
- Peraturan Perpusnas RI nomor 7 tahun 2020 tentang rencana strategis perpustakaan nasional tahun 2020-2024
- Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
- Tunardi, Memaknai Peran Perpustakaan Dan Pustakawan dalam Menumbuh kembangkan Budaya Literasi
*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Ketua Bidang Infokom HIMAJIP Periode 2017-2018