Meningkatkan Minat Baca di Indonesia

Meningkatkan Minat Baca di Indonesia

Oleh Andi fauzan al muttahari

Membaca adalah hal yang sangat fundamental untuk proses belajar dalam pertumbuhan intelektual. Salah satu upaya untuk memaksimalkan potensi diri adalah dengan membaca. 

Topik ini tetap menarik sampai saat ini. Mengapa? Karena walaupun sudah banyak ditulis dan dibicarakan, tetapi belum ada peningkatan minat baca secara signifikan. Indikator dari rendahnya minat baca dapat dihitung dari jumlah buku yang diterbitkan. Artinya  masih jauh di bawah penerbitan buku di negara Malaysia, Singapura, dan india dikutip dari Ejournal Perpusnas.go.id. Dengan  kondisi tersebut rendahnya budaya membaca pada anak Indonesia sungguh memprihatinkan. Oleh karena itu rendahnya minat baca merupakan problem bagi bangsa yang harus diselesaikan.   

Menarik juga jika melihat tradisi saat zaman Belanda, di mana ada tradisi intelektual yang sudah dimunculkan sejak tingkat sekolah. Siswa AMS (sekolah Belanda) diwajibkan harus membaca 25 judul buku sebelum mereka lulus. Dengan kebijakan seperti itu kita bisa melihat hasilnya, yaitu tradisi intelektual yang kuat dari para tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan yang mencicipi sistem persekolahan Belanda tersebut dikutip dari I Made Ngurah Suragangga dalam mendidik lewat literasi untuk pendidikan.

Bandingkan dengan kondisi saat ini. Jika ditanya berapa jumlah buku yang telah kita baca, akankah pertanyaan ini terasa berat untuk dijawab dengan jujur?

Jika melihat kembali hasil survei dari studi Most Littered Nation In the World 2016 bahwa budaya literasi (baca-tulis) di Indonesia masih sangat rendah dan jauh tertinggal. Dari 61 negara yang diteliti tingkat literasinya, menempatkan Indonesia di urutan ke-60 setelah Bostwana (Peringkat kedua dari bawah). Menurut riset UNESCO, indeks minat baca Indonesia 0,001 %. Itu artinya dari seribu orang hanya ada satu yang memiliki minat baca, dan hanya baru sampai “minat baca”

Ternyata penyebab rendahnya minat baca dan kebiasaan membaca itu karena kurangnya akses, terutama untuk masyarakat Indonesia yang berada di daerah terpencil. Hal itu merupakan salah satu yang terungkap dari Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Seorang peneliti di Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Kemendikbud  mengatakan  bahwa ada korelasi antara akses terhadap masyarakat dengan kebiasaan membaca. Jika tidak ada akses,  bagaimana masyarakat Indonesia bisa membaca?.

Seharusnya pihak dari pemerintah bisa saling bersinergi dengan penggiat literasi, mengapa? supaya mereka bisa membuka akses kepada masyarakat dan lebih tahu kondisinya secara langsung. Contohnya seperti desa-desa terpencil yang sulit di jangkau oleh pemerintah dan juga kurang terliriknya desa tersebut. Nah untuk itu peran penggiat literasi yaitu  sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah untuk lebih memahami apa yang di maui masyarakatnya. Bahwa masyarakat ingin pemerataan akses dalam minat baca bukan hanya sebatas kota saja, di desa pun juga harus merata dalam meningkatkan minat baca.

Meningkatkan minat baca dimulai sejak dini, yaitu pada anak-anak. Anak-anak sekarang lebih menyukai media gawai daripada membuka buku. Oleh karena itu peran orang tua adalah mutlak agar anak-anaknya rajin membaca. Orang tua bisa memilihkan bahan-bahan bacaan yang menarik yang memberikan wawasan dan pengetahuan.

Selain itu membentuk komunitas baca dan forum pegiat literasi juga perlu. Siapa pun bisa bergabung di dalamnya, mulai pelajar, mahasiswa, maupun penyuka buku. Pengurus menentukan agenda-agenda yang menarik, misalnya Pekan Baca dimana setiap Sabtu atau Minggu komunitas menyelenggarakan kegiatan baca bersama di daerah-daerah tertentu,  antara lain di Kelurahan atau di Balai Desa. Dengan kegiatan ini warga di sekitar lokasi kegiatan akan tertarik dan ikut bersama-sama membaca buku-buku yang dibawa oleh komunitas. 

*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan UINAM dan anggota bidang advokasi HIMAJIP 2021-2022

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *