Oleh: Rahmat Gazali
Ada mata yang mengintip sinis
Ada lisan yang mengadu keluh begitu sadis
Kepada kuasa yang tak lagi romantis
Kehilangan cinta, tak lagi nasionalis.
Pedagang kaki lima diringkus paksa
Ruang kapitalismpe dibiarkan menganga
Ketidakadilan belum juga berpuasa
Sebatas simbol dalam salah satu sila
Di atas pijakan Bhinneka Tunggal Ika, kini tanpa makna.
Cinta negara menjadi tanya
Sebab ego-ego tanpa kenal lelah
Dari sebuah simbol “di rumah aja”
Berakhir asa pada “Indonesia Terserah”
Ego tak kunjung reda
Banjir kebencian antar sesama
Kuasa tak jadi penengah
Melempar api, membuang muka
Negeriku,
Jati dirimu terkoyak-koyak
Ragam tak jadi penyatu
Ada tawa di perkotaan, bersamaan tangis dari pelosok
Kekasih,
Air mata negeriku mengalir di mataku
Bolehkah kutumpahkan di pundakmu?
Barang sebentar waktu
Harap badai segera berlalu.
Selayar , 21 Mei 2020
*Penulis merupakan pemenag juara 1 kategori putra lomba cipta puisi, dalam lomba nasional semarak milad ke-21 jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.