Oleh : Trisna Damayanti
Sejak berakhirnya zaman komunal primitif, perempuan kemudian menjadi objek suatu konstruksi masyarakat berkenaan dengan kecantikan maupun keindahan. Laki-laki yang banyak turut andil dalam merekonstruksi kecantikan. Wacana kecantikan dan feminitas merupakan konstruksi budaya patriarki yang memberikan kuasa kepada laki-laki untuk memberikan pengakuan atas feminitas perempuan, disatu sisi perempuan juga selalu mencari pengakuan atas feminitasnya dari laki-laki sesuai konstruksi tersebut.
Pada akhirnya konstruk tersebut membuat perempuan selalu dicekoki dengan iklan-iklan kecantikan yang menampilkan sosok perempuan ideal yang digambarkan dengan tubuh yang tinggi semampai dan langsing, memiliki bokong dan dada yang padat berisi, berkulit putih, berhidung mancung, pipi tirus, bibir kemerahan, rambut hitam bercahaya dan lain sebagainya.
Tak hanya melalui iklan, perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat menyebabkan citra perempuan ideal tersebut kini juga disebarkan melalui media. Konstruk itu kemudian di manfaatkan oleh oknum kapitalis sebagai bahan untuk mencari keuntungan dengan menghadirkan nilai dalam tubuh perempuan.
Standar kecantikan merupakan konstruksi, yang berubah dari waktu ke waktu sebagai bentuk reaksi terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik bahkan Budaya. Hal ini kemudian dilihat oleh kaum kapitalis, dimana kaum kapitalis ingin melanggengkan
standar tersebut dengan menciptkan produk kecantikan untuk perempuan.
Dengan menciptakan produk tersebut, kaum kapitalis membentuk standar kecantikannya sendiri untuk mendukung produknya. Mitos kecantikan dikonstruksi melalui berbagai terpaan diskursif media iklan, buku, film dan lain sebagainya, dimana sekarang ini media ikut campur tangan dalam kehidupan keseharian masyarakat secara berlebihan beberapa tahun yang lalu media sosial masih merupakan hal baru, tetapi sekarang mereka yang tidak menggunakan media sosial akan di anggap ketinggalan.
Apa yang harus kita lakukan saat ini? Apakah kita harus mengikuti standar kecantikan yang telah di konstruk oleh media begitupun masyarakat? Betapa menjenuhkannya kalau semua perempuan harus memiliki standar kecantikan yang sama, yang di kosntruk oleh media. Tidak ada yang harus seragam sebagaimana yang menjadi ekspektasi orang lain
Kita ketahui media massa membuat standar kecantikan yang tidak memanusiakan kita sebagai perempuan dan itu sudah seharusnya ditinggalkan, jangan beri ruang untuk kapitalis untuk terus menerus mengeksploitasi perempuan sebagai objek mereka. Ikut trend, ingin tampil cantik, boleh tidak ada yang salah dengan itu yang penting jangan mau di dikte oleh ukuran cantik yang dibuat orang lain jangan sampai kamu semakin tidak menemukan jati dirimu.