Oleh : Novita Ayu Lathifah
Mega mendung kala maharana membendung
Covid bertandang mencipta buana berkabung
Mengubah seisi dirgantara kian bernaung
Bersembunyi di balik atap tanpa penghujung
Corona, berilah asumsi kapan semesta berdikari?
Atau berapa kilometer lagi menuju titik terminasi?
Daksa tak kuat terus ditempa belenggu jeruji
Renjana kaku terkunci rantai sang pandemi
Bahkan kala ramadan datang membumi
Adirmaga membisu terjebak determinasi
Cakrawala meredup tanpa sayup kembang api
Penjaja kaki lima kakinya terikat tali preskripsi
Dahulu riak berjejal di bawah kubah
Kini sepi seantero daksa stagnan di rumah
Dahulu makkah menjadi kota berjuta peziarah
Kini masjidil haram dibungkam demi pandemi enyah
Egoisme merebak hingga penjuru kaki langit
Disintegrasi menyeruak membuat manusia terimpit
Lantaran kondisi ekonomi yang kian mencekik
Para daksa rela menjadi bandit jua orang pelit
Pancasila kehilangan sila kelima dari marcapadanya
Lantaran keadilan sosial tenggelam tak bermuara
Membuat renjana nasionalisme terkikis seruan garba
Perut berteriak namun bantuan tak kian merata
Cinta semesta pada tanah air semakin terkeruk
Oleh bait-bait kebijakan yang semakin mengutuk
Suara pada gubuk-gubuk dianggap sebatas sayup
Namun, saudagar kaya tetap tamasya tiada takut
Melalui intuisi kuberlutut pada semesta
Kumohon stagnan sebentar jangan cari si corona
Ia hanya fatamorgana yang akan menerkam raga
Jadilah tameng radikalisasi dengan di rumah saja
Karena melankoli bukan hanya mererkam dirimu
Namun seantero bumi sama-sama terbelenggu
Tumbuhan layu, ekosistem semakin terganggu
Empati manusia kian terempas oleh hawa nafsu
Bandung, 22 Mei 2020
*Penulis merupakan pemenang juara 1 kategori putri cipta puisi, dalam lomba nasional semarak milad ke-21 jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.